Hukum Digital dan Teknologi, Regulasi dan Kebijakan, Studi Kasus dan Analisis Hukum

Kasus dugaan pemerkosaan oleh dokter PPDS anestesi picu ketidakpercayaan terhadap tenaga medis

alexposada – Skandal penyerangan di rumah sakit semakin dalam seiring polisi mengungkap dugaan penyimpangan seksual, banyaknya korban, dan pola-pola yang mengganggu

Apa yang bermula sebagai tuduhan penyerangan seksual yang mengerikan di sebuah rumah sakit di Bandung kini telah berkembang menjadi penyelidikan yang lebih mendalam terhadap dugaan perilaku menyimpang seorang residen medis. Terdakwa, Priguna Anugerah P., seorang mahasiswa magang dari Universitas Padjadjaran, diduga menargetkan korban yang tidak sadarkan diri, dengan sedikitnya tiga kasus sedang ditinjau.

Kasus ini melibatkan seorang dokter residen anestesiologi berusia 31 tahun yang dituduh memperkosa putri seorang pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Ia diduga membius korban sebelum melakukan penyerangan. Peristiwa itu terjadi pada 18 Maret 2025, dan ia ditangkap lima hari kemudian.

Perilaku Mencurigakan Terekam CCTV

Rekaman kamera pengawas (CCTV) dari RSHS membantu mengonfirmasi kecurigaan seputar pergerakan Priguna Anugerah P., yang dikenal sebagai PAP. Video tersebut memperlihatkan dokter residen anestesiologi tersebut mengawal FA, seorang wanita berusia 21 tahun yang sedang merawat ayahnya yang sakit kritis, ke ruang operasi terpencil dan tidak aktif di lantai 7 rumah sakit tersebut.

Ruangan khusus ini, unit MCHC, sedang dipersiapkan untuk prosedur khusus wanita dan belum beroperasi. Rekaman tersebut menangkap momen yang meresahkan ketika PAP memasuki ruangan bersama FA—tanpa staf pendamping lainnya—meskipun peraturan mewajibkan pendamping untuk interaksi pasien, terutama yang melibatkan pendamping wanita.

Kronologi Penyerangan

Pada tanggal 18 Maret, sekitar pukul 01.00 dini hari, PAP dilaporkan meyakinkan FA untuk menjalani transfusi darah, dengan mengatakan bahwa itu adalah hal rutin dan harus dilakukan secara pribadi. Begitu berada di dalam kamar 711 gedung MCHC, ia diduga memerintahkan FA untuk membuka pakaian dan berganti pakaian operasi.

Ia kemudian menyuntikkan suatu zat ke lengannya sebanyak 15 kali melalui infus. FA kemudian melaporkan pusing sebelum kehilangan kesadaran. Ketika ia terbangun sekitar pukul 04.00 dini hari, ia merasakan nyeri di daerah genitalnya dan menceritakannya kepada ibunya, yang mendorongnya untuk melapor ke kepolisian Jawa Barat.

Kemudian terungkap bahwa pada saat penyerangan, FA dengan waspada merawat ayahnya di ICU rumah sakit setelah operasi. Dalam rangkaian peristiwa yang tragis, ayahnya dilaporkan meninggal dunia tak lama setelah kejadian itu, memperparah trauma psikologis yang dialaminya.

Pemeriksaan medis selanjutnya mengungkapkan trauma yang sesuai dengan penyerangan seksual. Polisi menemukan sampel air mani dan bahan kontrasepsi yang digunakan oleh pelaku. Semuanya diserahkan untuk pengujian DNA.

Dokter Dikeluarkan, Ditahan Secara Resmi

Setelah penyelidikan, Universitas Padjadjaran segera mengeluarkan PAP dari program pelatihan spesialisnya. Meskipun ia bukan karyawan langsung RSHS, rumah sakit tersebut mengembalikannya ke yurisdiksi universitas. “Kami mengutuk segala bentuk kekerasan seksual,” kata Dekan Fakultas Yudi Hidayat, yang menegaskan bahwa universitas dan RSHS mendukung upaya polisi.

Pada tanggal 23 Maret, PAP ditangkap di sebuah apartemen di Bandung. Penangkapannya terjadi beberapa hari setelah laporan dan tak lama setelah percobaan bunuh diri, yang menunda penahanan. Polisi mengonfirmasi bahwa ia ditahan secara resmi berdasarkan Pasal 6(c) Undang-Undang Kekerasan Seksual Indonesia tahun 2022, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.

Percobaan Bunuh Diri Sebelum Penangkapan

Menurut Komisaris Polisi Surawan, PAP mencoba bunuh diri sesaat sebelum polisi tiba. “Ia mencoba memotong pergelangan tangannya,” kata Surawan dalam jumpa pers. Ia dirawat di rumah sakit, distabilkan, dan kemudian langsung ditahan setelah keluar dari rumah sakit. Polisi yakin, upaya bunuh diri itu didorong oleh rasa bersalah yang meningkat dan ketakutan akan konsekuensi hukum.

Banyak Korban dan Diduga Fetish Seksual

Penyelidikan telah mengungkap perkembangan yang lebih mengganggu. Setidaknya tiga orang mungkin telah diserang oleh PAP, meskipun hanya satu—FA—yang telah mengajukan pengaduan resmi sejauh ini. Polisi menduga terdakwa menyimpan fetish seksual yang melibatkan individu yang tidak sadar.

“Fantasinya adalah tentang orang-orang yang tidak sadar,” kata Surawan, mengutip evaluasi psikologis awal. Para ahli percaya PAP mungkin memperoleh kepuasan dari mengendalikan korban yang tidak berdaya. Tanda-tanda ini telah mendorong penilaian psikologis dan forensik yang lebih luas untuk menentukan apakah ia menderita gangguan parafilik yang dapat didiagnosis.

Polisi sekarang sedang mewawancarai korban potensial lainnya dan bekerja sama dengan psikolog forensik untuk mengevaluasi ruang lingkup perilakunya dan penyimpangannya. Penyidik ​​percaya tersangka menggunakan jabatannya dan akses ke obat penenang untuk mengeksploitasi wanita yang rentan dalam lingkungan medis.

Seruan untuk Reformasi Sistemik

Skandal ini telah memicu kemarahan publik dan seruan bagi rumah sakit dan universitas untuk merevisi protokol pengawasan bagi dokter magang. Pertanyaan muncul tentang bagaimana seorang dokter residen dengan kecenderungan seperti itu bisa luput dari perhatian. RSHS dan Universitas Padjadjaran sejak itu telah berjanji untuk bekerja sama penuh dan telah mulai meninjau struktur tata kelola klinis mereka sendiri.

Sementara itu, polisi mendesak calon korban lainnya untuk maju saat penyelidikan meluas.

Kasus ini tidak hanya mengungkap kejahatan individu yang mengerikan tetapi juga kerentanan yang mengkhawatirkan dari pasien dan keluarga mereka di lingkungan rumah sakit yang seharusnya aman. Kehadiran banyak korban dan tuduhan fetish seksual yang mengganggu menunjukkan kegagalan sistemik dalam pengawasan. Bagi Indonesia dan kawasan ini, momen ini menuntut regulasi yang lebih kuat, pemeriksaan psikologis bagi para peserta magang, dan perlindungan bagi mereka yang mencari perawatan. Komunitas perawatan kesehatan yang lebih luas sekarang harus menghadapi kebenaran yang tidak mengenakkan untuk mencegah penyalahgunaan di masa mendatang dengan kedok profesionalisme medis.

Tagged , , , ,